Mimpi Adalah Kunci untuk Kita Menaklukan Dunia

Mimpi adalah kunci untuk kita menaklukan Dunia”.

Mengutip syair Laskar Pelangi karya Nidji, tentang arti penting sebuah mimpi dalam kehidupan manusia. Ada pepatah mengatakan “Apa yang anda peroleh hari ini adalah hasil masa lalu anda dan apa yang anda lakukan hari ini adalah untuk masa depan anda”. Lalu, jikalau kita mengikuti seminar-seminar pengembangan kepribadian dan membaca buku-buku motivasi diri, akan kita dapatkan sebuah kalimat doktrin: Mulailah dari mimpi, karena kebesaran selalu bermula dari sana!

Salah satu kelemahan orang Indonesia kebanyakan adalah kurangnya daya khayal dan mimpi dalam dirinya. Padahal khayalan akan melahirkan kreativitas dan produktivitas. Mimpi ibarat ibu hamil yang akan melahirkan insprirasi dan inovasi. Kalau kita perhatikan, ternyata lembaran sejarah ditulis oleh para pemimpi.

Jika digambarkan dalm sebuah prosa seperti ini: “Seluruh lembah, gunung, dan gurun yang pernah kulewati pasti akan selalu kuingat sekaligus kubayangkan segenap strategi yang akan kugunakan, jika suatu saat aku berperang ditempat itu.” Itulah ungkapan Khalid Bin Walid tatkala ia mengenang strategi kardus yang digunakannya dalam perang Yarmuk. Itulah Kemenangan perang sekaligus prestasi militer paling prestisius yang pernah dicapai Khalid. Itu pulalah pembuktian paling nyata dari gelar yang diberikan Rasulullah SAW kepadanya sebagai Pedang Allah yang Selalu Terhunus. Itu semua berawal dari imajinasi Khalid kecil.

Jadi, segalanya bermula dari imajinasi. Ini bukan hanya ada dalam dunia kepahlawanan militer. Melainkan merata dalam semua bidang kepahlawanan. Temuan-temuan ilmiah selalu didahului oleh imajinasi: jauh sebelum jauh dilakukannya pengujian di laboratorium; jauh sebelumnya adanya perumusan teori. Maka fiksi-fiksi ilmiah selalu menenemukan konteksnya disini, bahwa mercusuar imajinasi telah menyoroti seluruh wilayah kemungkinan, dan apa yang harus dilakukan kemudian adalah tinggal membuktikannya. Memang, itu semua harus selalu ada bantuan data-data pendahuluan. Namun, data-data itu hanyalah bagian dari sebuah dunia yang telah terbentuk dalam ruang imajinasi.

Para pemimpin bisnis dan politik serta tokoh-tokoh pergerakan dunia juga menenmukan kekuatan mereka dari sini. Bahwa apa yang sekarang kita sebut sebagai visi dan kreatifitas adalah ujung dari pangkal yang kita sebut imajinasi. Bacalah Biografi Bill Gates atau Ciputra, maka Anda akan menemukan seorang pengkhayal. Bacalah Biografi Soekarno dan M. Natsir, maka anda juga akn menemukan seorang pengkhayal. Baca pula biografi Sayyid Quthb, maka sekali lagi Anda akan menemukan seorang pengkhayal.

Kekuatan imajinasi sesungguhnya terletak pada beberapa titik. Pertama, pada wilayah yang kemungkinan tidak terbatas, yang terangkai dalam ruang imajinasi. Itu membantu kita berfikir Holistik dan komprehensif, menyusun peta keinginan dan menentukan pilihan-pilihan tindakan yang sangat luas. Kedua, optimisme yang selalu lahir dari luasnya ruang gerak dalam wilayah kemungkinan serta banyaknya pilihan tindakan dalam segala situasi. Ketiga, imajinasi membimbing kita bertindak secara terencana oleh karena ia menjelaskan ruang dan memberi arah bagi apa yang kita lakukan (M. Anis Matta, Tarbawi. 30 Juni 2001)

Kembali kita mengutip kalimat “Mulailah dari mimpi, karena kebesaran bermula dari sana.” Bahwa kalimat tersebut telah menjadi sebuah ‘sabda’ yang diriwayatkan oleh para motivator dan inovator dalam berbagai pelatihan manajemen, mereka seperti menemukan sumber energi bagi kemajuan mereka

Adakah yang salah dengan kalimat itu? Tidak juga! Tapi dalam kalimat itu tersimpan sebuah ‘syubhat’ dan itulah masalahnya. Mimpi adalah kata yang menyederhanakan rumusan dari segenap keinginan-keinginan kita, cita-cita yang ingin kita raih dalam hidup, atau visi dan misi. Anggapan ia  seperti sebuah maket, ia adalah miniatur kehidupan yang ingin anda ciptakan.

Kekuatan mimpi terletak pada kejelasannya. Sebuah keinginan yang tervisualisasi dengan jelas dalam benak kita akan menjelma menjadi kekuatan motivasi yang dahsyat. Kemauan dan tekad menemukan akarnya pada mimpi sehingga memberikan kekuatan bekerja dan mencipta.

Ulama-ulama kita mungkin tidak terlalu setuju menggunakan kata mimpi. Mereka menggunakn kata “mutsul ‘ulya” yang mungkin dapat diartikan sebagai cita-cita luhur dan tertinggi dalam hidup. Itulah yang kemudian melahirkan “hamm”, sejenis kegelisahan jiwa, yang selanjutnya membentuk “irodah” (kemauan) dan “Azzam” (tekad).

Nah… dimana letak syubhat itu? Syubhat itu bernama “angan-angan”. Garis batas antara mimpi dan angan-angan terlalu tipis, karena itulah ia menjadi syubhat.

Mimpi mempunyai basis rasionalitas, struktur, dan susunan yang solid terbangun dari proses perenungan yang panjang dan mendalam, terbentuk melalui pengalaman-pengalaman hidup yang terhayati dalam jiwa dan terolah dalam pikiran. Karena faktor-faktor pembentuk mimpi ini terbentuk kuat mengakar dalam kepribadian kita, maka biasanya mimpi tervisualisasi secara sangat jelas. Sedangkan angan-angan tidak mempunyai basis rasionalitas, dan karenanya tidak terstruktur dan tidak tersusun secara solid, lebih banyak lahir dari sikap melankolik, sering merupakan bentuk pelarian dari dunia nyata, sering juga merupakan cara menghibur diri dari kegagalan hidup. (tarbawi, edisi 31 juli 2001)

Jadi… mimpi itu bersifat realistis, tapi angan-angan tidak terbangun dari realitas. Mimpi adalah cara membangun sebuah realitas, angan-angan adalah cara memanipulasi realitas. Tapi baik para pemimpi maupun mereka yang suka berangan-angan, biasanya mempunyai penampilan tradisi yang sama; mereka sama-sama gemar mengkhayal. Karena dunia khayalan adalah dunia para pahlawan; dari sanalah merka merumuskan mimpi, tapi tidak berangan-angan.

0 comments:



Post a Comment