Contoh Case Tutorial Blok 13

Nona A 19 tahun, datang ke UGD dengan keluhan nyeri perut kanan bawah 2 hari yang lalu. Tiga hari yang lalu, nona A merasakan nyeri di ulu hatinya. Sejak pagi ini nyeri terasa di perut kanan bawah dan demam. Riwayat menstruasinya normal.
Pemeriksaan Fisik : KU baik, kompos mentis, vital sign dalam batas normal, suhu tubuh 37,8ºC. Abdomen : inspeksi : datar ; palpasi : lemas, defans muskular (+) lokal abdomen kanan bawah ; perkusi : timpani, nyeri ketok kanan bawah ; auskultasi : bising usus normal.
Laboratorium : Hb 12,4 gr%; laukosit 16,200/mm³
Abdominal USG : sausage sign (+)
___________________________________________________

Analisis:

Pasien datang dengan keluhan utama nyeri perut kanan bawah. Secara anatomis, organ-organ yang terletak di daerah perut kanan bawah adalah Apendiks vermiformis, Tuba uterine, Endometrium, Caecum, Ureter, M.psoas, Usus, Colon ascendens. Jadi, bisa kita curigai bahwa suatu kelainan terjadi pada organ-organ tersebut. Penyakit-penyakit yang mungkin timbul berdasarkan keluhan utama pasien (nyeri perut kanan bawah) tersebut adalah apendisitis, adneksitis, endometriosis, kista ovarium, KET (Kehamilan Ektopik Terganggu), divertikulitis, perforasi caecum, dan batu ureter kanan. Pada anamnesis selanjutnya, kita jumpai bahwa tiga hari sebelum datang ke UGD, pasien merasakan nyeri di ulu hatinya. Nyeri ini diakibatkan oleh stimulasi yang dihantarkan oleh serabut saraf yang sama dengan organ pada perut kanan bawah. Dari anamnesis juga terdapat demam yang mengindikasikan bahwa telah tejadi infeksi pada pasien. riwayat menstuasi normal dapat menyingkirkan kemungkinan nyeri abdomen akut yang berhubungan dengan sistem reproduksi, yaitu endometriosis, kista ovarium, KET. 

Pada pemeriksaan fisik, kita temukan suhu tubuh meningkat. Defans muskular (+) lokal abdomen kanan bawah, yang mengindikasikan adanya upaya mempertahankan peritoneum supaya tidak bergerak, karena pergerakan dapat memicu terjadinya nyeri. Pada perkusi : timpani, nyeri ketok kanan bawah, yang menunjukkan adanya inflamasi. Pada divertikulitis, perforasi caecum, dan batu ureter kanan tidak dijumpai adanya defans muskular dan nyeri ketok kanan bawah.
Pada pemeriksaan laboratorium, kita dapatkan leukosit yang meningkat, mengindikasikan adanya infeksi.

Dari analisis diatas, hipotesis penyakit pada nona A mengarah pada apendisitis akut.

Apendisitis Akut

Appendisitis akut adalah penyakit radang pada appendiks vermiformis yang terjadi secara akut. Apendiks atau umbai cacing hingga saat ini fungsinya belum diketahui dengan pasti, namun sering menimbulkan keluhan yang mengganggu. Apendiks merupakan tabung panjang, sempit (sekitar 6 – 9 cm), menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir itu secara normal dicurahkan dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Bila ada hambatan dalam pengaliran lendir tersebut maka dapat mempermudah timbulnya apendisitis (radang pada apendiks). Di dalam apendiks juga terdapat imunoglobulin, zat pelindung terhadap infeksi dan yang banyak terdapat di dalamnya adalah Ig A. Selain itu pada apendiks terdapat arteria apendikularis yang merupakan end-artery.

Etiologi
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid.

Faktor Risiko
Feses yang keras
Inflammatory and infectious disorders including Crohn disease, gastroenteritis, amebiasis, respiratory infections, measles, and mononucleosis, infeksi parasit (eg, Schistosomes species, Strongyloides species).

Epidemiologi
Dapat mengenai semua umur, tapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun. Insidens lebih tinggi 1.4 kali lipat pada laki-laki dibandingkan perempuan. Insidens apendisitis ditemukan lebih sedikit pada populasi dengan pola makan kaya serat. 

Patogenesis
Secara patogenesis, faktor terpenting terjadinya appendisitis adalah adanya obstruksi lumen appendiks yang biasanya disebabkan oleh fekalit. Sekresi mukosa yang terkumpul selama adanya obstruksi lumen appendiks menyebabkan distensil lumen akut sehingga akan terjadi kenaikan tekanan intraluminal dan sebagai akibatnya terjadi obstruksi arterial serta iskemia. Akibat dari keadaan tersbut akan terjadi ulserasi mukosa sampai terjadi kerusakan seluruh lapisan dinding apendiks. Lebih lanjut akan terjadi perpindahan kuman dari lumen masuk ke dalam submukosa. Dengan adanya kuman dalam lapisan submukosa maka tubuh akan bereaksi berupa peradangan supurative yang menghasilkan pus, keluarnya pus dari dinding yang masuk ke dalam lumen apendiks akan mengakibatkan tekanan intraluminal akan semakin meningkat, sehingga desakan pada dinding appendiks akan bertambah besar menyebabkan gangguan pada sistem vasa terakhir adalah arteri, akibatnya akan terjadi edema dan iskemia dari apendiks, infark selanjutnya menjadi gangren. Keadaan ini akan terus berlanjut di mana dinding apendiks akan mengalami perforasi, sehingga pus akan tercurah ke dalam rongga peritoneum dengan akibat terjadinya peradangan pada peritoneum parietal. Hasil akhir adri proses peradangan tersebut sangat tergantung dengan kemampuan organ dan momentum untuk mengatasi infeksi tersebut, jika infeksi tersebut tidak bisa diatasi akan terjadi peritonitis umum.

Patofisiologi

Nyeri perut kanan bawah

Nyeri perut kanan bawah pada kasus disebabkan oleh meluasnya proses peradangan pada appendiks vermiformis yang mengenai peritoneum parietal setempat.

Hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena perdangan sebelumnya, neoplasma → penyumbatan lumen appendix → mucus terbendung → tekanan intralumen ↑ → menghambat aliran limfe → edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa → appendicitis akut fokal ( nyeri epigastrium) → jika berlanjut → tekanan makin meningkat → obstruksi vena → edema ↑ dan bakteri menembus dinding → peradangan meluas → merangsang peritoneum parietal → nyeri di daerah kanan bawah perut.

Nyeri ulu hati
Obstruksi → distensi lumen yang berlebihan / spasme otot polos dinding appendix → Impuls yang diterima reseptor regang berjalan di dalam serabut syaraf aferen (Slow conducting C fibers) yang mengikuti serabut syaraf simpatis Plexus mesentericus superior dan nervus splanchnicus minor ke medulla spinalis (segmen T10) → Menimbulkan sensasi nyeri yang tidak terlokalisisr dengan baik di daerah periumbilical dan epigastrium → Nyeri ulu hati (KASUS)

Mual dan muntah
Peradangan apendiks → peregangan lumen, spasme otot apendiks → stimulasi N. vagus → pusat muntah di medula → Impuls motorik oleh n. kranialis V, VII, IX, X, dan XII pada saluran pencernaan dan melalui saraf spinal ke diafragma dan dinding abdomen → Mual dan Muntah

Demam
Proses inflamasi pada appendiks → pelepasan sitokin (IL-1, IL-6, TNF α) → sitokin sampai di otak → mengaktivasi jalur asam arakidonat → menghasilkan PGE2 → meningkatkan set point termostat di hipotalamus → demam

Manifestasi Klinis
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.

Penatalaksanaan

a. Sebelum Operasi

1. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik. Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.

2. Intubasi bila perlu

3. Antibiotik

b. Operasi Apendiktomi

c. Pasca Operasi

Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi Fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.

Kemudian berikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30ml/jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

d. Penatalaksanaan Gawat Darurat Non-Operasi

Bila tidak ada fasilitas bedah, berikan penatalaksanaan seperti dalam peritonitis akut. Dengan demikian gejala apendisitis akut akan mereda, dan kemungkinan terjadinya komplikasi akan berkurang.

Komplikasi
1. Abses appendix.
2. Fokal sepsis.
3. Obstruksi intestinal akibat adanya perlengketan.
4. Perforasi appendix.

Prognosis
Prognosis secara umum baik jika ditangani dengan baik dan tidak terjadi komplikasi. Faktor yang mempengaruhi prognosis apendisitis adalah usia dan rupturnya appendix

Kompetensi Dokter Umum
apendisitis akut = 3A.
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan ( laboratorium sederhana dan x-ray ). Dokter dapat memutuskan memberikan terapi awal, dan merujuk ke spesialis yang relevan ( bukan gawat darurat ).

Referensi:
  • Anatomi Klinik Snell
  • Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam.2006. Edisi IV.Jakarta :PPFKUI
  • Fauci, Antoni S., dkk. 2008. Harrison's Principles of Internal Medicine, 17th Edition. Chapter 294. Acute Appendicitis and Peritonitis. McGraw-Hill Professional : New York
  • Hall, dan Guyton. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, ed. 9.Jakarta: EGC
  • Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
  • Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. 2002. Jakarta: EGC.
  • Kumar, Robbins Cotran. 1999. Dasar Patologi Penyakit Edisi 5. Jakarta: EGC.
  • Price, Sylvia A. Dan Lorraine M. Wilson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 2006. Jakarta: EGC
  • Sherwood, Lauralee. 2003. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC
  • Sjamsuhidajat R.dan Wim De Jong. 2005. Ilmu Ajar Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC.
  • Standar Kompetensi Dokter. KKI. Jakarta. 2006
  • http://www.bedahugm.net/apendisitis
  • www.e-medicine.com

Okay, Selamat belajar teman-teman!!! =D

    0 comments:



    Post a Comment