eternal sunshine of the spotless mind

Hari ini saya nonton film yang dikasih sama adek tingkat saya, judulnya eternal sunshine of the spotless mind. Film ini bercerita tentang sepasang kekasih yang ingin saling melupakan. Sudut pandang dalam film ini adalah dari sisi sang lelaki, bernama Joel. Joel pergi ke suatu klinik yang dapat membuat dia menghapus memori nya tentang sang kekasih, yang bernama Clem. Kata menghapus disini bukan kata konotasi lho, tapi menghapus dalam kata real, bahwa memori itu memang hilang dan tidak akan kembali lagi padanya. Prosedur penghapusan memori tersebut berjalan di alam bawah sadar (baca: mimpi). Sewaktu ia menjalani prosedur tersebut, ia seakan melihat kilasan-kilasan memori bersama kekasihnya itu, memang ada beberapa memori buruk yang ia ingin lupakan, tapi ternyata memori yang indah lebih banyak dan sayang untuk dihapuskan dari ingatannya. Disitulah ia menyadari bahwa ia tidak perlu melakukan semua ini. Ia ingin tetap menjaga ingatannya, tapi hal itu sudah terlambat. Prosedur sedang berlangsung dan ia, karena berada di alam bawah sadar, tidak bisa membatalkan prosedur tersebut. Berbagai cara ia lakukan di alam bawah sadarnya itu untuk tetap menyimpan memori-memori tersebut, tapi hasilnya sia-sial. So, alhasil dia lupa deh dengan segala memorinya.

Saya merenung sejenak dan mengambil pesan tersirat yang disampaikan oleh film tersebut. Pesannya sangat mendalam. Mungkin, kita pernah merasa bahwa kita sangat  ingin menghapus memori kita tentang beberapa orang yang pernah hadir dalam hidup kita. Beberapa orang yang pernah menjalani masa-masa indah bersama kita, tapi pahit pada akhirnya. Terkadang, kita benar-benar ingin melupakan mereka, berpura-pura tidak tahu bahwa merteka pernah hadir dalam hidup kita, dan tidak ingin merasakan pahitnya sekarang kita tanpa mereka. Mungkin, mereka pernah berbuat salah, kita juga pernah. Itu wajar, kita manusia. ada beberapa kesalahan yang benar-benar menjengkelkan hati kita sehingga menutup mata batin kita untuk melihat mereka dengan lebih jernih, dengan lebih tulus. Terkadang, kita sangat egois dengan diri kita sendiri. Kita tidak ingin hidup dalam kenangan indah yang menyakitkan. Ya, menyakitkan karena itu hanya kenangan dan tidak dapat terulang lagi, apalagi mengingat kondisi antara kita dan orang-orang tersebut yang memang sudah berjauhan dan tidak memungkinkan untuk kembali bersama. Keadaan tersebut membuat kita ingin membuang mereka dari ingatan kita. Berbagai cara dilakukan, mulai dari membuang barang-barang yang berkaitan dengan mereka, menghapus foto-foto kita bersama mereka,  tidak ingin berbicara atau melihat mereka lagi, dan banyak macamnya.

Saya pernah merasakan hal tersebut. eits, tapi kisah saya ini bukan tentang pencintaan lho... :)
Saya pernah dekat dengan beberapa orang. Bisa saya bilang, hidup saya ini terasa kosong sebelum mengenal mereka. Tetapi, ketika bersama mereka, saya merasa terisi. Saya merasa bahagia. Entah somehow, kami dihadapkan pada keadaan dimana kami harus berpisah, bukan berpisah jarak, tapi berpisah hati. Memang benar kata orang bahwa semakin kau mengenal dan dekat dengan seseorang, semakin kau mengetahui sifat buruknya, dan semakin besar pula peluang kau untuk membencinya. Seperti dalam film yang saya sebutkan di atas, sepasang kekasih tersebut berpisah karena mereka sudah merasa tidak tahan dengan sifat pasangan masing-masing. Sang laki-laki merasa bahwa sang wanita terlalu spontan, berbicara sesuka hatinya, aneh, gila, dan tidak terdidik. Sementara sang wanita merasa bahwa sang laki-laki sangat membosankan, tertutup, pendiam, dan melelahkan saat bersama dengannya. Ya, mungkin kau merasakan hal yang sama terhadap orang-orang terdekatmu, merasakan bahwa kau sudah tidak tahan lagi dengan mereka dan ingin pergi dari mereka. Kau boleh pergi, kamu boleh menghilang, tapi jangan pernah hapus kenangan indahmu bersama mereka karena terkadang kau bisa merasa bahagia hanya dengan mengingat kenangan-kenangan indahmu bersama mereka, mengingat bahwa kau pernah merasakan hal yang sangat menakjubkan dan menentramkan, yang disebut kebahagiaan.

0 comments:



Post a Comment