escapology gallery

Sewaktu lagi ngotak-ngatik laptop, entah gimana, saya kembali membuka album foto-foto lama sewaktu saya masih aktif ikut kegiatan di luar kampus. salah satunya adalah YLI BLP Meeting di hotel Grand Kemang Jakarta. tujuan meeting kami adalah untuk membahas Breakthrough Leadership Project (BLP) dimana kami bekerja sama dengan Yayasan Indonesia Setara yang diketuai oleh bapak Sandiaga Uno. kebetulan di hotel Grand Kemang Jakarta juga lagi ada kegiatan pameran dengan tema "Escapology". yang uniknya, pameran ini menampilkan sesuatu yang "out of box", sesuatu yang unik dan "escape from the ordinary". maybe it's why the name of this events is "escapology". nah, pameran ini juga menampilkan quotes yang bagus-bagus, salah satu quotes yang saya abadikan di kamera saya karena maknanya yang sangat menyentuh adalah:


just because there is no voice, doesn't mean there is no communication. silence might not always tell everything. yet it always tells the truth.

gambar lain yang sempat saya abadikan pada pameran escapology ini....


Wisuda Sarjana Kedokteran



Alhamdulillah...
Thanks Allah, for giving me something more than I expect...

pacarku brengsek

selain dapat ilmu dan skill tentang kedokteran, dalam masa koas ini, kita juga dapat belajar banyak tentang kehidupan dari apa yang terjadi atau apa yang dialami oleh pasien. hal ini bisa kita dapat tidak hanya di poli atau bangsal, tapi juga IGD.

IGD itu merupakan bagian yang super sibuk. hampir setiap jam, selalu ada pasien berdatangan, dari penyakit yang ringan sampai yang berat. oleh karena itu, koas yang jaga IGD pun siap-siap pegel kakinya ngurusin pasien yang berdatangan seperti kocoran air. tidak hanya pegel, koas yang jaga IGD pun dituntut untuk bisa tahan dalam kondisi tidak tidur alias begadang. dalam hati, beberapa koas baca doa sampai dengan ajian ajib supaya pasien ga dateng, biar mereka dapat mencuri waktu tidur disaat malam sudah mulai larut. hal serupa pun saya alami sewaktu lagi jaga IGD. hari itu, IGD sangat amat rame, saking ramenya, persis kayak pasar ikan. pasien pertama dateng dengan luka bacok di kaki, kepala, dan wajah. eh, pasien berikutnya datang dengan luka bacok di kepala disertai dengan depresi tulang, pasien berikutnya dateng dengan luka tusuk di perut, dateng lagi pasien berikutnya dengan luka tusuk, bacok, tusuk, bacok. saya jadi bingung kok bisa pasien-pasien ini datang dengan keluhan serupa di IGD, kayak janjian aja. oke, hari itu, temanya adalah BACOK dan TUSUK.

penanganan luka bacok dan tusuk pun dilakukan, mulai dari ABC sampai dengan menjahit dan menutup lukanya. untuk luka di muka, jahitannya pun harus super hati-hati agar hasilnya bagus, so waktu yang diperlukan pun semakin lama. malam itu, semua pasien sudah ditangani, dan para koas--termasuk saya-- bersiap-siap untuk memejamkan matanya sebelum sirine ambulan terdengar dari kejauhan. saya pun menutup mata sambil berharap bisa cepet tidur. belum sampai 10 menit saya memejamkan mata, lengkingan sirine ambulan sudah terdengar layaknya omelan ibu-ibu sama anaknya yang nakal, bising. dan seketika itu juga, mata saya terbelalak kembali.

tepat jam 2 malam, datanglah seorang cewek berusia sekitar 20 tahun dengan beberapa luka tusuk di tangan dan pahanya. saya kebetulan dapat jatah menangani pasien ini. setelah menghentikan perdarahan dan melakukan ABC, saya pun mulai bertanya sama pasien ini, "mbak, kok bisa kayak gini? gimana ceritanya?"

"iya, saya dihadang sama 5 orang, kayaknya mereka mau merampok, terus saya ditusuk-tusuk pake pisau", tutur pasien itu. 

"ditusuknya dimana mbak? di rumah ya?", kata saya. lalu dijawab oleh mbak itu, "bukan, di jalan"

"loh, kok di jalan? ini kan sudah malem mbak?" tanya saya penasaran. lalu dijawab lagi oleh pasien itu, "iya, saya tadi ikut pacar saya jalan-jalan di daerah tanjung siapi-api, tapi pacar saya ga kenapa-napa". hmm, wah, ini mbak, pacaran kok tengah malem sih, nanti nenek marah loh. (nah loh?)

"terus, pacar mbak dimana? kok mbak sendirian disini?", tanya saya lagi. si mbak gantian jawab,"pacar saya, umm, kayaknya diluar mbak", kata mbak itu dengan agak ragu kepada saya. tak lama kemudian, datanglah seorang laki-laki menghampiri bed wanita itu.

"mas siapanya mbak ini?", tanya saya nge-tes.

"saya temennya mbak", kata si cowok ini.

"bener temen?", kata saya nge-tes lagi.

"iya mbak", kata dia sambil mengangguk.

tak lama kemudian, datanglah kakak residen buat ngeliat keadaan mbak ini. "kamu siapanya mbak ini? suaminya?", tanya kakak residen ke mas-mas itu

"iya pak", sahut mas-mas itu

"loh, tadi katanya temen, sekarang suami, sebenernya mas itu siapanya mbak ini ya?", tanya ku dengan tampang bete

"umm, cuma temen kok", katanya malu-malu

"wah mas ini, kata mbaknya mas ini pacarnya loh, kalo mas ngomong cuma temen gitu nanti mbaknya sedih loh", ledek saya

"hehe, iya mbak, saya pacarnya", akhirnya si mas ngaku juga. "mbak, ini mahal ga biayanya?", sambung si mas itu lagi

"kalau ada askin atau jamsoskes bisa gratis loh, tapi kalau ga ada bisa daftar umum aja, masalah biaya, langsung tanya ke administrasi aja ya mas", jelasku

kemudian saya dan kakak residen ini pun mulai menjahit luka si mbak. di tengah-tengah proses menjahit, kami butuh benang yang kebetulan persediaan secara cuma-cumanya lagi habis di rumah sakit, so butuh keluarga si mbak ini untuk beli di depo.

"mbak, pacar mbak tadi dimana? kita lagi butuh dia untuk beli benang jahitnya", tanya saya kepada mbak itu, soalnya saya tidak melihat pacar mbak itu setelah percakapan terakhir tentang masalah administrasi rumah sakit tadi.

"saya ga tau mbak, kayaknya di depan deh, hp saya juga dibawa pacar saya", kata mbak itu.

"yaudah, saya coba panggil di depan ya pacarnya, nama pacarnya siapa?", tanyaku lagi.

"oca mbak", sahut si pasien

dengan langkah lemas karena ngantuk, saya pun menuju keluar pintu emergensi tempat keluarga pasien sering nunggu. saya pun berteriak, "keluarga ibu siti... keluarga ibu siti....", satu kali dua kali tiga kali saya panggil, ga ada yang nyahut. akhirnya dengan tampang bete saya teriak, "oca, pacarnya siti... oca, pacarnya sitiii", dengan nada kayak penyiar radio. sumpah ya, saat itu, saya geli sendiri denger diri saya bilang "oca pacarnya siti", tapi kegelian saya berhenti karena semua orang diam seribu bahasa yang menandakan si -oca-pacarnya-siti itu ga ada di daerah sekitar emergensi ini. saya pun kembali ke IGD dengan tampang yang lebih bete lagi.

"mbak, pacar mbak dimana sih? masa saya panggil panggil ga ada. waduh, jangan-jangan pacar mbak sudah pergi nih mbak!", saya mulai nakut-nakutin si mbak siti ini. mbak siti ini cuma diam aja denger saya bilang gitu. well, saya jadi merasa bersalah.

akhirnya kami pun jahit dengan benang seadanya karena keluarga mbak siti ini ga ada. si imah yang tadinya sempet tidur nyamperin si mbak ini yang matanya mulai basah karena menyadari bahwa dia udah ditinggal sendirian sama pacarnya disaat dia lagi bener-bener butuh si pacarnya itu. dengan gaya bicaranya yang khas, imah pun mulai menyapa mbak ini, "hmm, tuh kan mbak, kemana pacarnya mbak? dia tuh udah pergi...."

sambil sesenggukan, mbak itu bilang, "hiks hiks, mbak, aku boleh pinjem hape mbak ga buat nelpon pacar aku?" pinta si mbak itu. si imah menolak dan akhirnya meninggalkan mbak itu. hmm, beragam pertanyaan berkecamuk dalam hati saya, kok mbak itu mau nelpon pacarnya yak, kenapa ga ortu nya aja atau keluarganya yang lain, kok dia masih mau nelpon pacarnya setelah apa yang dilakukan pacarnya sama dia, kok dia percaya banget sama pacarnya, kok kok kok. ah, tapi sudahlah, buru-buru saya hapus pertanyaan itu dan konsen ke lukanya mbak ini.

setelah selesai menjahit yang hampir makan waktu 2 jam itu (karena lukanya banyak dan bingung cari tendonnya yang juga robek gara-gara luka tusuk), saya pun beres-beres. mbak tadi istirahat di bed nya, untung aja ada sarung yang nutupin pahanya si mbak akibat luka tusuk tadi, soalnya celana, tas, dan barang-barang mbak itu dibawa pacarnya semua dan mbak itu ditinggalkan tanpa suatu apapun. saat itu menunjukkan sudah pukul 6 pagi yang artinya sudah waktunya shift dari yang jaga malam dengan yang jaga pagi. huaaaahhh akhirnya, selesai juga tugasku di emergensi. sembari meninggalkan emergensi, mata saya kembali melayang ke mbak yang sudah tertidur pulas itu. saya kasihan dengan mbak itu, saya mau minjemin hape saya biar dia bisa menghubungi seseorang, tapi saya takut dia tetep kekeuh menghubungi pacaranya yang brengsek itu dan ntar malah nomor saya dimainin saya pacarnya itu. ah, biarlah dia minjem hape pasien yang lain ajalah. dan saya pun berjalan dengan mata yang hampir terpejam, ngantuk!

none-none

jadi seorang dokter itu ga gampang loh. selain dituntut untuk cepat dalam berpikir, seorang dokter juga dituntut untuk memiliki skill yang bagus dalam menangani pasien. sebagai seorang dokter muda yang belum menjadi "the real doctor", terkadang tuntutan itu menjadi sebuah momok pada saat sedang menghadapi pasien. tentu beberapa pasien mungkin menaruh rasa tidak percaya pada dokter muda dan bergumam dalam hati--they just koas gitu loh, nanti salah periksa, nanti gue jadi kelinci percobaan, bla bla bla-
memang skill dokter muda belum sebagus "the real doctor", oleh karena itu masa koas ini merupakan golden period bagi para koas untuk mengasah skill dan knowledge mereka.

###

suatu malam pas lagi jaga IGD, datanglah seorang wanita, berusia kurang lebih 20 tahun suspek appendisitis akut. kakak residennya nyuruh saya infus si pasien. tak berapa lama kemudian, datang lah saya membawa transfusi set buat nginfus pasien ini. kali ini saya ditemani sama temen saya yang udah lebih senior di stase bedah, si Gerry.

sewaktu saya mau masukin alboketnya, tiba-tiba si none bilang, "satu tusuk aja ya!". what? satu tusuk? emang sate kali, mana saya lagi laper, rasanya mau makan tuh none. setelah saya berhasil masukin jarum ke venanya none itu, saya pun ngambil selang infus buat nyambungin ke alboketnya, tapi apalah daya ternyata saya kecepetan nyabut mandrinnya sehingga darahnya sempet netes sebelum disambungin ke selang infusnya. ngeliat darahnya netes, si none langsung teriak, "oww, bliding, bliding... omigos, itu darah gueh yah, ya ampunn!". ngeliat si none cerewet gitu, si Gerry langsung mengeluarkan pesonanya dan bilang, "tuh kan mbak, satu tusuk aja kan, mbak tenang aja yaaa". si none senyum melihat pesonanya si Gerry. tak berapa lama kemudian, datanglah porter buat ngangkut none itu ke ruang rontgen. sekitar 5 langkah dari tempat kami berdiri, si none yang duduk di kursi roda menoleh ke belakang ke arah Gerry *tsaaaah*, none itu tersenyum dan berkata, "baaaaaayyyy". spontan saya bilang, "eh Gerry, kayaknya dia suka sama kamu deh, gegegge"...

once upon a time saat jaga bangsal bedah

saat ini, saya sedang di stase bedah, ini stase keempat saya... sebelumnya saya tugas di stase rehabilitasi medik, gigi dan mulut (gilut), serta kulit dan kelamin (litmin). di stase rehab dan gilut, ga ada jaga. di stase litmin, kami jaga 4 hari sekali, sekali jaga 6-7 orang. di litmin, jaga nya itu santai, kadang cuma ada 1 atau 2 pasien yang ke IGD, kadang gada pasien sama sekali, tugasnya cuma follow up pasien bangsal. nah, di stase saya yang sekarang, yaitu stase bedah, kami jaga 3 hari sekali, dan itupun dibagi menjadi 3, yaitu jaga bangsal, jaga IGD, dan jaga OK (kamar operasi). koas yang jaga IGD dan OK masing-masing berjumlah 6 orang, sedangkan yang jaga bangsal masing-masing 1 orang untuk setiap bangsal.

jaga bangsal itu emang ga terlalu capek (bila dibandingkan jaga OK, apalagi IGD), yaa meskipun sendirian, tapi yang bikin capek itu kalau pasiennya macem-macem dan perawatnya sibuk terus nyuruh kita buat gantiin mereka. so, once upon a time saat jaga bangsal:

koas stay di konter deket pintu masuk bangsal. tiba-tiba ada keluarga pasien, "sus (padahal jelas-jelas di name tag nya ada tulisan dokter muda), pasiennya itu sus, panas! tolong liatin dulu sus". saya pun menuju kamar pasien dengan membawa alat temperatur buat ngukur temperatur pasien. sesaat setelah sampai di kamar pasien, "ibu panas ya? kok saya raba badannya ga panas?". kemudian pasiennya berkata, "iya dok (nah yang ini udah ngerti klo kite bukan suster), saya kepanasan banget dok, tolong dok, kepanasan banget, sudah dikipas-kipas, masih aja kepanasan, hu ha hu ha", kata pasiennya.WTF!!! ibuuuuuuu, kepanasan itu BEDA dengan panas.... T____T

di lain waktu

seorang ibu-ibu sekitaran umur 50 tahun mengeluh, "dok, saya sakit perut, sakit banget dok, haduuh dok, tolong banget".

"oke bu, kita suntik obat sakit perut dulu yaa", kemudian saya suntikan satu ampul ranitidin per iv ke dalam infusnya.

setelah disuntik obat sakit perut, "wah udah ga lagi ni dok, makasii ya dok"

setengah jam kemudian...

keluarga pasien datang lagi ke konter tempat saya nongkrong, "dok, tolong, pasien yang tadi dok, tolong liatin dulu, dia kesakitan lagi"

"ibu ada apa lagi?", tanya saya

"aduuuh dok, sakit perut lagi dok, tolong dikasih obat lagi dok, sakit perut", kata si pasien sambil megang perutnya

"lah, tadi kan udeeeh bu, masa' mau disuntik lagi, nanti over dosis loh... +____+", kata saya sambil mengerenyitkan dahi

denger saya ngomong gitu, pasiennya tiba-tiba jerit-jerit ga keruan, "aaaaaaaaaaaaaaaaaaaa, sakit, sakit, sakit"

mmm, ada sesuatu dalam diri ibu ini, masa udah dikasih obat, tapi dia masih jerit-jerit gitu. saya jadi kepikiran kalo ibu ini sakit perutnya cuma neurogenik alias sugesti aja. tiba-tiba akal bulus saya muncul *ting*, saya suntik aquades aja ah, siapa tau ya, hehehheee...

dengan senyum merekah, saya datang ke kamar pasien dengan sped di tangan seperti membawa pistol kayak di film-film action, "ini kita suntik obat lagi yaa, obatnya topcer loh"

5 menit setelah disuntik aquades tadi

"ibu masih sakit?", tanya saya

"alhamdulillah udah ga lagi dok, makasihh yaa dok", kata si pasien sumringah

dan saya pun tersenyum culas, wkwkwkkwkk :p

well, kalau yang ini pasiennya agak menye-menye. nih pasien post laparotomi:

ibu-ibu tua dengan muka panik dateng ke konter, "dok, itu tolong liatin dulu anak saya, itu dia ga tau kenapa nih dok" (dengan bahasa yang agak ga jelas)

kucuk-kucuk datang ke kamar pasien, "ada apa pak?", well, sebenernya dia masih muda, tapi tak panggil "pak" aja, dari pada "kak", sok deket banget, ggge

"ini dok, tolong genti perbannya, serem banget nih dok, berair gini", pinta si pasien

saya pun  ngeliat perbannya, "berair mana pak? perbannya bagus-bagus aja kok, lagian tadi siang kan udah diganti perbannya, besok pagi baru diganti lagi yaa"

5 menit kemudian

ibu-ibu tua tadi dateng lagi, "dok, tolong itu kesakitan"

"ada apa lagi pak????", tanya saya

"perut saya nyeri dok, tolong dok aduuuuhh, oeeek oeeekkk", rintih si pasien

"oke, kita suntik obat sakit perut dulu yaa di infusnya", jelas saya kepada pasien

5 menit kemudian

eh ni ibu-ibu dateng lagi untuk kesekian kalinya, "dok tolong"

saya pun ke kamar pasien untuk kesekian kalinya, "ada apa lagi pak???", tanya saya

"ini dok, tolong genti perbannya, serem banget nih, hhu", sambil liat-liatin perbannya

"loh bapak, kan udah saya omongin tadi, besok pagi baru diganti, lagian perbannya ga kenapa-napa kok", jelas saya dengan tampang yang mulai bete

"haduuh dok sakit dok sakit", sambung pasien dengan tidak nyambungnya (saya juga rada ga ngerti kenapa dia tiba-tiba ngeluh sakit perut lagi, padahal baru dikasih obat)

"kan barusan dikasih obat bapaakkk, ditunggu aja yah obatnya kerja"

saya pun pergi meninggalkan kamar pasien itu

5 menit kemudian

terdengar lagi panggilan dari keluarga pasien, "dok, tolong dok". saya mulai curiga nih ada sesuatu dengan pasien ini, masa' manggil-manggil terus. "ada apa lagi paaakkkkk???" tanya saya dengan muka merah dan 2 tanduk di kepala. "hehe, ga pa pa dok, cuma mau diperhatiin sama dokter yang manis ini ajah". aaaaaaaaaaaaaarrrrrrggghh, plak!

sebuah miniatur

koas itu... seru, menyenangkan, capek, penuh dengan tantangan, pokoknya "sesuatu" banget... sebagai seorang calon dokter, disinilah kami belajar bagaimana menjadi seorang dokter yang baik. saat ini, rumah sakit seolah menjadi miniatur tentang dunia yang akan kami hadapi kelak. dalam miniatur ini, kami tidak hanya belajar bagaimana cara menjadi seorang dokter yang "pintar", tapi juga seorang dokter yang "care". ya, seorang dokter yang "care", yang punya rasa empati dan kepedulian terhadap pasien, bukan hanya bisa mendiagnosis dan mengobati pasien. rasa empati dan peduli dari seorang dokter setidaknya memberi rasa nyaman kepada pasien, bahwa setidaknya mereka tidak sendirian dalam menghadapi penyakitnya, bahwa masih ada orang lain yang peduli terhadap mereka dan penyakitnya. ya, begitulah seharusnya seorang dokter...